Mengisi Hari

Tuhan Karuniakan Akal dan Hati untuk Mendekat Pada-Nya

14.1.06

Malu pada Bapak Para Anbiya


Begitu lirik lagu grup nasyid Snada. Syair yang barangkali sudah sangat dihafal penggemarnya. Namun, Idul Adha lalu mendadak seperti baru mendengar kata itu. Ya, betapa malu kita pada Ibrahim yang tanpa banyak kata begitu patuh pada perintah. Hal yang tidak mudah, membunuh anak kandung sendiri!

Kita bukan Nabi memang. Namun wajarkah bila menjadikan sebagai alasan untuk tidak bisa seperti para Nabi, suatu pertanyaan untuk diri. Para Nabi pun manusia yang diberi "peluang" untuk berbuat khilaf. Bisa jadi kita yang selama ini merendahkan kemuliaan Nabi sebagai sesuatu yang "terima matang", sudah saatnya membuka kembali ingatan. Betapa kerasnya Ibrahim dalam mencari kebenaran di awal masa mudanya. Berada di lingkungan penyembah thagut yang bisa jadi tak jauh berbeda dengan kondisi sekarang.

Malu, mungkin itu benteng terakhir kita. Menjadikannya perisai atas kesalahan-kesalahan. Kesalahan yang barangkali terlihat sebagai perjuangan. Kekhilafan yang terbungkus pengorbanan. Tuhan memang Maha Pengampun, namun juga Maha Adil. Sekiranya naik-turunnya iman di luar koridor batasnya, siapa yang tahu?

Kabut dunia memang terus menebal. Banyak sekali warna abu-abu dan warna kombinasi, kreatif lah. Banyak sekali gambar negatif, hitam tampak putih, putih tampak hitam. Tanpa perisai diri, mau jadi apa kita?

Menyandang gelar serendah-rendahnya iman. Barangkali tidak terlalu terhormat. Tapi, tidakkah kita merasa terancam untuk gelar "tidak beriman?".

0 Comments:

Post a Comment

<< Home