Mengisi Hari

Tuhan Karuniakan Akal dan Hati untuk Mendekat Pada-Nya

9.11.06

Inspirasi dari Sudut Kota Lama

“Kalau nanti sudah bekerja, jangan lupakan agama dan Sang Pencipta. Buat apa materi melimpah namun tidak tentram, “ pesan Marketing Manager PT Bhanda Ghara Reksa Semarang Dyah Retno Utami. Sejurus, wanita yang akrab dipanggil Bu Erna pun mempersilakan kami berpamitan.

Peristiwa itu terjadi seminggu menjelang Hari Lebaran. Pagi itu, aku bersama Aji dan Teguh memang berniat pamitan. Kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) sejak awal September 2006 telah terlalui. Seluk-beluk pemasaran di perusahaan BUMN itu pun telah kami “obrak-abrik”. Dari pemantauan proses produksi, administrasi pemasaran, kontrak perjanjian, tender, sampai tips “pengendalian” preman pelabuhan kami dapatkan.
Sejak awal PKL Bu Erna mengatakan, “Kalian yang tanya sendiri apa yang dibutuhkan. Saya tidak menyeramahi ini-itu seperti anak SMA. Masuknya seminggu berapa kali juga sesuai kebutuhan kalian.” Hari berikutnya, kami membedah data-data bidang pemasaran.
Selain Bu Erna, ruang bagian pemasaran juga dihuni Slamet Sardjito yang akrab dipanggil Pak Haji. Lelaki berusia lima puluhan tahun ini tinggal di dekat Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Seminggu sekali, dia ke Pati untuk berkumpul dengan keluarga. Sebenarnya ada satu staff lagi, Darmawan. Namun yang terakhir ini jarang di ruang sehingga tidak begitu akrab dengan kami.
Sebaliknya, Pak Haji selalu menunjukkan apa yang tak kami pahami khususnya masalah administrasi internal. Membuat laporan bulanan sesuai standar ISO, mengirim surat penawaran, sampai membuat kontrak kerja diajarkan kepada kami. Kebetulan, kami bertiga juga senang mengolah MS Word dan MS Excell. Dalam beberapa kesempatan, justru Pak Haji kami “kalahkan.” Terakhir, bapak dua anak ini minta diajari menggunakan Windows Media Player. Soalnya, program Winamp yang biasa dipakai sedang nggak jalan.

Bu Erna pun selalu terbuka untuk menjelaskan. Kesibukan mengejar target penjualan dan punya ruang sendiri sejak awal Oktober tidak mengurangi kehangatan seorang ibu. Kebetulan salahsatu putranya seusia kami.
“Mas Hamdan, saya kan mau ngeprint daftar surat-surat Qur’an ini. Tapi yang bawah kok hilang,” katanya suatu ketika. Bu Erna duduk di belakang meja manajer pemasaran. Monitor komputer di depannya menunjukkan situs internet yang menyajikan daftar surat beserta jumlah ayat. Beberapa lembar kertas HVS membujur di mulut printer. Saya ambil satu. “ Kalau dipindah ke MS Word trus tabelnya diperkecil, mungkin bisa,” pikirku.
“Ya Bu, ta cobanya,” kataku. “Iya, tolong ya Mas. Saya kan pengin taju jumlah ayat-ayat Al Qur’an. Kalau ada kayak gini kan mudah dibaca,” katanya seraya beranjak dari kursinya. “Duduk sini saja,” tambahnya.
Bu Erna pun melangkah ke kursi tamu di depan meja. Disambarnya surat kabar yang baru dibeli ketika aku masuk ruangan. Blok, Copy, pindah ke MS Word, tekan Ctrl dan V. Atur-atur ukuran font dan tabel, print! Alhamdulullah, bisa. “Sudah, bisa? Tadi caranya gimana, katanya ketika hasil print kuserahkan.
Bu Erna memang suka membahas masalah agama. Tidak hanya membahas, setiap mulai bekerja pun Bu Erna selalu Shalat Dhuha. Dia juga pernah menyatakan di kantor BGR (Semarang) hanya segelintir karyawan yang menggunakan waktu istirahat untuk sholat. “Apalagi puasa Ramadhan,” katanya.
Tak hanya karyawan bagian pemasaran yang “menangani” kami. M Yunus yang akrab dipanggil Pak Yunus pun demikian. Segagai Manajer Logistik, dia Mengajak kami mendalami seluk-beluk produk PT BGR, khususnya bagian logistik.
Pernah suatu hari kami diajak Pak Yunus ke pelabuhan Tanjung Emas. Memang luar biasa, kami tahu realita pekerjaan. Meminta surat pengeluaran barang, kordinasi dengan mandor dan penjaga malam sampai yang aku sebutkan tadi, berhubungan dengan preman. “Mereka itu jangan selalu dituruti. Kalau nggak gitu, habis kita dipeloroti,” katanya setelah kembali ke kantor. “Tapi sekali waktu juga kita ajak makan bareng. Karena kita juga butuh keamanan barang kita.”
Padahal katanya, sebagian besar orang yang ditemui di pelabuhan hari itu, baru dikenal saat itu. Pak Yunus memang supel dan komunikatif. Persis seperti yang diajarkan kepada kami, “Kesuksesan karier itu ditentukan oleh ketrampilan komunikasi.”Bagiku, sebulan PKL di Jalan Letjen Suprapto Kota Lama banyak memberi inspirasi. Berbuat baik kepada orang lain dan tidak memandang rendah. Memaafkan orang salah, walau mereka tidak memintanya. Karena mereka juga “guru” kita. Membantu kita berlatih sabar dan melapangkan dada. Bukankah kebahagiaan bersumber dari kelapangan dada?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home