Mengisi Hari

Tuhan Karuniakan Akal dan Hati untuk Mendekat Pada-Nya

9.11.06

SMS (Khusus) Minta Maaf

Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar,” suara takbir terdengar dari berbagai penjuru kampung. Senin (24/10) malam, aku masih tertahan di ruang depan. Aku harus menunggu toko karena bapak, ibu dan satu-satunya adikku berkunjung ke rumah kakek.

Tangan kananku mencengkeram ponsel. Beberapa detik sebelumnya, ku mengirim SMS Lebaran ke beberapa dosen Unnes. “Selamat Idul Fitri 1427 H. Nyuwun aguning samudra pangaksami,” kira-kira itulah “ucapan resmi” yang kukirim atas nama Pemimpin Redaksi Buletin Express.
Teman-teman di Unnes dan kenalan di perguruan tinggi lain sudah kukirimi SMS sehari sebelumnya. Bahkan, teman-teman yang menggunakan nomor Telkomsel sudah kukirimi sejak H-2. Maklum, hari itu ada tarif murah.
“As. Maaf, selama ini banyak khilaf. Mohon diikhlaskan. Ws.” Begitu pesan yang kukirim hampir ke semua teman yang sehari-hari bertemu. Tak ada ucapan Selamat Idul Fitri apalagi kata-kata puitis lain.
Ada satu dua teman yang protes. “Kok SMSnya seperti itu. Kata-katanya yang indah dong, “ kata seorang teman via telepon. Bahkan seorang teman mengatakan, “Kok kamu tidak mengirim SMS (Idul Fitri) untukku.” Ya memang tidak ada kata “Selamat Idul Fitri.”
Tapi menurutku, itulah inti ucapan Idul Fitri. Mengakui kesalahan dan meminta maaf. Kan bisa ditambah kata-kata lain? Sebenarnya, aku hanya ingin memberi penekanan. “Permintaanku bukan basa-basi. Aku benar-benar minta maaf,” batinku saat satu per satu SMS kukirim.
Aku khawatir, permintaan dan pemberian maaf di Hari Suci hanya menjadi tradisi semata. Yang minta maaf tidak benar-benar menyesali, mengakui dan bertekad memperbaiki kesalahannya. Bahkan bisa jadi masih tidak menyadari kesalahannya. Yang memaafkan pun tak berbeda. Tidak tahu apa yang dimaafkan. “Semua kan harus dimaafkan,” kata temanku. Lucunya, seringkali dia mengirim SMS “Kumaafkan dan aku juga minta maaf.” Padahal, dia nggak tau siapa yang mengirim SMS.
Sebelum Idul Fitri, aku bahkan sempat berpikir untuk minta maaf ke semua teman secara langsung. Kalupun tidak sempat bertemu ketika bulan Ramadhan dan Syawal, bisa telepon. Khususnya yang menggunakan jasa layanan sama, Telkomsel. Nah, kalau nggak bisa juga, baru lewat SMS.
Itu hanya pikiranku menjelang Idul Fitri tahun ini. “Hanya untukku sendiri dan bukan berarti yang tidak begitu kuanggap salah,” batinku. Saya tidak mengatakan ke orang lain (kecuali setelah Idul Fitri) meski sangat mengusik pikiranku.
Kuketik keypad ponsel, *889. Baru kusadari, tak kurang dari Rp 50 ribu habis untuk SMS lebaran. “Yah, siapa tahu pemahamanku yang salah,” pikirku saat itu. “Nanti aku diskusikan setelah lebaran.”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home