Mengisi Hari

Tuhan Karuniakan Akal dan Hati untuk Mendekat Pada-Nya

21.9.06

Meninggalkan Udara Belasan Derajat Celcius Dengan Air Mata

Hari-hari Kuliah Kerja Usaha (KKU) yang diselimuti dinginnya udara pegunungan Merbabu di akhiri di kantor kecamatan Getasan, 21 September 2006. Secara resmi, hari itu kami ditarik kembali oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Unnes. Sayang, teman-teman dari Teknik Jasa Produksi (TJP) Boga tidak ada yang hadir. Semua sedang praktik jadi guru, PPL.

Malamnya, perpisahan dengan anak-anak mushalla. Sebenarnya saya juga hanya tiga kali ikut mengajar baca Al Qur’an. Namun, ghiroh yang luar biasa dari anak-anak SD di Wates benar-benar mengingatkan betapa berartinya persaudaraan. Meraka memang cepat akrab dengan tim KKU meski baru beberapa waktu kenal.

Malam itu, saya ingatkan mereka untuk menyambut Ramadhan dengan gembira. Mengisinya dengan aktivitas positif. Dan, juga mengulas sedikit fiqih puasa. Aji, Syamsul dan Hanung buat tebak-tebakan plus memberi hadiah kecil.

Ahad berikutnya, sebagian pekerjaan yang belum kelar kai kerjakan. Saya mengajak Pak Slamet ke warnet di Salatiga, mengajari membuka e-mail. Selepas maghrib, tim bersiap pulang. Barang-barang dikemas dalam kardus, siap angkut. Tak dinyana, anak-anak TPQ datang. Mereka terlihat manis dengan rukuh yang masih mereka kenakan. Tangis pun mengiringi kepulangan kami. Ikut terharu juga, hiks...hiks. Semoga masa depan mereka diterangi cahaya Al Qur’an.

Okka Memang Selalu Berkesan

Menyambut Orientasi Kehidupan kampus (Okka) 2006 di Universitas Negeri Semarang, buletin Express menyiapkan edisi khusus. Edisi ini memang sudah seperti tradisi. Express edisi Okka memang di setting untuk “latihan terakhir” pada kru magang dan juga ikut meramaikan Okka.

Meramaikan ini pula yang tahun lalu membawa kesan. Panitia Okka FIS mencak-mencak ke kantor redaksi. Tentu, ini sudah di antisipasi tahun ini. Disiplin penulisan, pemahaman permasalahan sampai edit ketat menjadi komitmen bersama seluruh kru redaksi. Pendekatan dan observasi lapangan pun dilakukan para reporter sebelum hari H.

Theng....hari Senin, 28 Agustus 2006 Okka pun di buka di Gedung Gelar Karya depan Rektorat. Siangnya, koordinasi redaksi di buka. Meski kabar mogaknya panitia Okka FIS dan FIP mewarnai rapat, namun tidak dominan. Awak redaksi masih konsentrasi pada tema utama yang kami sepakati, Menelisik Program “Misterius” untuk Masuk Unnes.

Berita panitia mogok karena tidak mendapat tempat adil untuk lomba yel-yel pun kami anggap bukan peristiwa yang pantas menjadi berita besar. Yang justru pantas, seharusnya sikap tidak dewasa atau motivasi apa di balik peristiwa itu. Namun, para redaktur akhirnya sepakat, target utama Express edisi Okka memang untuk para mahasiswa baru peserta Okka. Bukan ajang perseteruan para civitas akademika lama.

Sehingga saat mendengar panitia Okka FIS mau nggeruduk lagi, atau panitia Okka FIP yang datang menuntut klarifikasi Editorial, kami hanya angkat bahu. “Beginilah realitanya, pendidikan jurnalistik kita terhadap warga kampus masih nol besar,” gumanku di ruang redaksi. Bisa dibayangkan, bagaimana pendidikan jurnalistik di tingkat masyarakat yang berlatarbelakang pendidikan beragam. Lha wong, yang mahasiswa, dosen saja masih belum tahu fungsi pers.

Edisi Okka tahun ini, saya memegang Pimpinan Redaksi. Mbak Nia yang sebetulnya menjabat, akhir-akhir tidak aktif. Sebenarnya saya pun sedang Kuliah Kerja Usaha (KKU) di dekat Kopeng kabupaten Semarang. Tapi ketidakaktifan saya saat awal-awal KKU mau saya tebus dengan all out di edisi Okka.

Imbasnya, banyak reporter yang juga all out di lapangan. Reporter Nining di bentak-bentak dan HP Ida diminta panitia Okka di FIS, Fotografer Thoriq hanya boleh mengambil 2 gambar yang disensor panitia di FBS. Sebaliknya reporter di FMIPA dan FT kebingungan karena “mati angin”. Sementara, di FE yang baru pertama menyelenggarakan Okka, reporter dapat “lunjak-lunjakan”. Kelur masuk ruang, bahkan ruang panitia nggak masalah.

Di balik semua itu, ada juga yang menganggap Express tidak berani. Kekerasan fisk dan mental di Okka FIS tidak diungkap secara “memuaskan”. Peserta yang tidak mau melanjutkan Okka karena hari sebelumnya dibentak di ruang tertutup atau yang teman-temannya menggeruduk karena tidak terima perlakuan panitia memang mewarnai. Ada yang ingin itu diekspos ala koran kriminal. Wah berat!

Tapi itulah Okka yang selalu berkesan. Paling tidak teman-teman reporter yang sebentar lagi menjadi anggota merasakan kerja jurnalis memang tidak ringan. Menuntut kedisiplinan sekaligus kreatifitas, semangat mengungkap sekaligus berkepala dingin.

17.9.06

Menelisik Sisi Buruk Televisi

Dosen muda Fakultas Ilmu Pendidikan Sunawan masih mempresentasikan analisisnya tentang buku "Matikan TV-mu." Sesekali Sunardian sang penulis buku menoleh ke belakang kami, melihat sejenak pantulan slide yang mengiringi presentasi.
Sebelumnya Sunardian yang asli Yogyakarta mengawali bedah buku pagi itu dengan ulasan sekilas fenomena televisi. Teelvisi sendiri memang menjadi teknologi yang dilematis. Keunggulan sebagai media audio visual justru dirasakan sebagai dampak buruk. Betapa tidak, pola pikir bangsa Indonesia dibentuk oleh para insan di sekitar dunia televisi. Inilah yang mungkin membuat Hima Bimbingan Konseling FIP Unnes untuk membedah buku terbitan Resist Book ini di Gedung Serba Guna FIP Unnes, Selasa (23/5).
Saya sendiri diminta mengisi acara atas nama BP2M Unnes yang menurut panitia merepresentasikan pihak media. Acara pagi itu memang debut saya sebagai pembicara. Saya merasa menghabiskan malam sebelumnya untuk menyelesaikan buletin Express tidak mengganggu performa di depan para peserta. Berbekal catatan singkat terkait poin yang saya soroti dari buku yang diberikan panitia, saya pun segera meraih mikrofon segera setelah dipersilahkan moderator Saiful Alim.
Saya sampaikan kepada semua yang berada di ruang, bisa jadi buku yang sedang dibedah merupakan black market produk bisnis pertelevisian dan pesawat televisi. Namun sejujurnya, buku yang konon dibuat dalam waktu dua minggu itu memang menarik. Membawa pembaca KKL di dunia broadcaster.
Entah bagaimana ekspresi Pak Sunardian yang tepat di samping kanan saya ketika pembicaraan saya lanjutkan. Kritik kesalahan pemahaman modal sekecilnya untuk laba sebesarnya memang terang saya koreksi. Biaya tertentu hasil sebesarnya atau biaya sekecilnya untuk hasil tertentu, seperti itu baru benar.
Sebagai media berpengaruh besar, televisi memeng banyak disoroti terlalu patuh kepada keinginan pemasang iklan. Bahkan ada program yang dirancang khusus untuk kepentingan pemasang iklan.
Iklan sendiri memang menjadi keniscayaan. Justru independensi sebuah media dipertanyakan ketika hidupnya tidak dengan iklan. Ketika media hidup dari dana yang dikucurkan pemerintah, bagaimana idealisme televisi ketika pemerintah berbuat salah? Padahal media menjalani fungsi kontrol terhadap penguasa khususnya jika hukum dan peran yudikatif tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
Sunardian sempat mengungkapkan, kebanyakan TKI yang pulang selalu membawa hadiah televisi untuk orang tua sebagai tanda kesuksesan. Dari televisi itulah pola pikir masyarakat sekitar terpengaruh. "Selera Jakarta" pun menjadi selera seluruh Indonesia. Yang menggelitik, kondisi itu ditafsirkan sebagai kesuksesan TKI menjalankan fungsi agent of change yang lebih efektif dari mahasiswa.
Terkait televisi, ilmu pemasaran yang semester ini banyak saya ambil dapat menjelaskan. Memasarkan produk sendiri memang mengenal teknik meng-edukasi pasar. Maksudnya, calon konsumen yang awalnya tidak merasa membutuhkan harus dibuat merasa membutuhkan produk. Bisajadi itulah yang disebut mengeksploitasi konsumen.
Meski menyadari presentasi yang saya bawakan terlalu sumir, namun poin-poin yang tersampaikan setidaknya membuat terhibur. Ada kepuasan ketika dapat enjoy berpanel dengan seorang penulis dan praktisi pertelevisian. Ketenangan Pak Sunardian memberi saya inspirasi menghadapi forum ilmiah. Sedikit diskusi sambil menuggu giliran presentasi pun membuat nyaman.

Menyambut Pagi

Pagi yang tenang. Udara sejuk mengalir masuk membasahi nafas. Kicau burung beterbangan terbawa hembusan lembut. Perlahan langit pun menerang menampakkan keluasan karunia Tuhan pada seluruh manusia. Tuhan telah mengaruniakan pagi untuk manusia.
Di sanalah hari dimulai. Hari yang akan merantai membentuk satu minggu, merantai membentuk satu bulan, merantai membentuk tahun, merantai...merantai menyusun umur hidup manusia. Rantaian panjang yang akan ada pertanggungjawaban di ujungnya. Apa yang melekat pada rantaian, tak satupun terlewatkan. Apa yang pernah ada tak satupun dihilangkan. Robbi haasibni hisaabay yasiroo.
Pagi menyusun mata rantai. Pagi adalah karunia, pagi adalah amanat. Menyambut pagi adalah menyongsongnya. Amanat yang bisa membuat manusia mulia melebihi malaikat. Pun bisa membuat manusia lebih hina dari hewan.
Begitulah pagi, hingga manusia pun menyambut sesuai dirinya. Bagaimana mereka menyambut pagi begitulah jatidiri menjalani hari. Apa yang dilakukan menjelang pagi, itulah cara memandang nilai sebuah hari. Melantunkan Kalam ilahi, karena esok harinya ingin dipenuhi petunjuk. Mempelajari materi ujian, karena ujianlah aktifitas terbesar esok hari. Tidak melakukan apapun menjelang pagi, karena esok hari memang tidak berarti.
Asbahnaa wa asbahal mulku lillahi wal hamdulillaahi laa syarikalah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qodiir.